RRJS Jenjang SMA se Jatim Dilaunching : Minimalisir Persoalan Hukum Internal Sekolah

ilexvis

visfmbanyuwangi.com – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melaunching Rumah Restorative Justice Sekolah (RRJS) jenjang SMA, SMK dan SLB di 38 Kabupaten Kota se Jawa Timur.

Kegiatan ini dilaksanakan di Surabaya yang di hadiri langsung oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa; Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr Mia Amiati serta dari Polda Jawa Timur.

Sementara kegiatan ini diikuti secara daring oleh seluruh Kepala Kejaksaan Negeri di wilayah Jawa Timur.

Sedangkan di Banyuwangi, kegiatan daring dilaksanakan di SMA Negeri 1 Glagah, yang di hadiri langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri, Banyuwangi, Suhardjono serta dari Polresta Banyuwangi juga para kepala sekolah tingkat SMA se Banyuwangi sejumlah 28 sekolah yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA.

Kepala Kejaksaan Negeri, Banyuwangi, Suhardjono mengatakan, Rumah Restorative Justice (RRJ) ini adalah program prioritas nasional. Dan sebenarnya, setiap kejaksaan negeri di masing-masing wilayah harus memiliki RRJ.

“Awalnya, RRJ ini digunakan sebagai sarana untuk memediasi para pihak yang sedang berkonflik dari sisi hukum. Sementara dari perkembangannya, di perluas cakupan pemanfaatannya RRJ digunakan sebagai upaya-upaya prefentive untuk menyelesaikan setiap persoalan hukum yang ada di masyarakat. Supaya persoalan-persoalan itu tak berujung pada proses penegakkan hukum,” papar Suhardjono.

“Ini merupakan tindakan prefentive dari aparat penegak hukum khususnya kami yang ada di Kejaksaan Negeri sebagai fasilitator, sehingga semua persoalan hukum pada pihak-pihak yang berkonflik hukum bisa diselesaikan dengan mencari solusi terbaik. Istilahnya, ada solusi yang menguntungkan kedua belah pihak,” ujarnya.

Suhardjono menjelaskan, jika untuk Rumah Restorative Justice Sekolah, tentu pihaknya akan membatasi terhadap pihak-pihak yang terkait dengan sekolah. Disitu ada siswa, guru, orang tua, komite sekolah dan sebagainya.

“Semoga 28 kepala sekolah SMA Negeri di Banyuwangi yang mengikuti kegiatan ini bisa bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan para jaksa untuk menjadikan secretariat di masing-masing kecamatan sebagai Rumah Restorative Justice Sekolah (RRJS) bagi sekolah-sekolah swasta yang ada di kecamatan itu,” harap Suhardjono.

Suhardjono mengaku pihaknya mengupayakan diseluruh kecamatan di Banyuwangi terdapat RRJS ini, untuk meminimalisir adanya konflik hukum di kalangan SMA Negeri maupun swasta.

“Restorative Justice ini ada peraturan dan pedomannnya. Batasan untuk dilakukan Restorative Justice ini sangat ketat,” kata Suhardjono.

Menurutnya, Restorative Justice yang dilaksanakan ini berpedoman pada peraturan jaksa agung, yang dimana perkaranya harus yang sudah di sidik dan oleh jaksa sudah dinyatakan lengkap. Selanjutnya dimediasi.

“Tapi untuk Restorative Justice di sekolah di upayakan dilakukan tindakan prefentive. Artinya, perkara itu masih didalam lingkup internal sekolah di mediasi sehingga tidak perlu sampai ke proses hukum,” tuturnya.

Suhardjono menambahkan, seandainya ada persoalan-persoalan yang meletup di sekolah, diupayakan diselesaikan melalui Rumah Restorative Justice Sekolah yang akan dibentuk ke depan dan sudah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur di tingkat propinsi.

Sementara, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Banyuwangi, Abdullah mengaku, pihaknya mewakili 28 SMA Negeri di Banyuwangi menyambut positif dan bersyukur dengan adanya Rumah Restorative Justice Sekolah (RRJS) tersebut.

“Minimal lembaga sekolah bisa dibantu apabila sewaktu-waktu ada persoalan ditingkat sekolah,” kata Abdullah.

“Saya harap, dengan adanya RRJS ini semua persoalan di sekolah bisa diselesaikan dengan baik dan damai. Ini sebagai bagian dari semangat kami untuk lebih fokus lagi bekerja. Jika ada permasalahan terkait dengan hal-hal yang mungkin terjadi di sekolah, bisa di fasilitasi dengan RRJS itu,” papar Abdullah yang juga merupakan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Glagah, Banyuwangi tersebut.

Ia menyebut, hingga saat ini secara umum semua persoalaan sudah bisa teratasi oleh sekolah masing-masing. Sedangkan untuk kasus yang terbilang ekstrem diakuinya masih belum ada.

“Jika ada kasus di setiap lembaga ditindak lanjuti di tingkat sekolah masing-masing. Baik dari komite dengan tim sekolah sendiri sehingga permasalahan di sekolah bisa diselesaikan,”pungkas Abdullah.

Share this Article
Leave a comment