visfmbanyuwangi.com – Komisi IV DPRD Banyuwangi mendesak eksekutif untuk segera membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, paling tidak tahun 2024 TPA harus sudah mulai dibangun.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi, Ficky Septalinda.
“Persoalan sampah menjadi fokus yang di soroti DPRD,” ungkap Ficky.
“Tidak adanya TPA membuat persoalan sampah di Banyuwangi terus berlarut. Memang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah menyiapkan lokasi sementara tempat pembuangan,” ujarnya.
Berjalan dengan sistem sewa, kala itu di kawasan Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo dan terbaru di Desa Badean, Kecamatan Rogojampi. Namun itupun kerap menimbulkan persinggungan dengan warga hingga beberapakali berujung unjuk rasa.
Ficky menegaskan, dalam hal ini bukan lagi menjadi target tetapi harus segera dilaksanakan, supaya persoalan sampah tidak terus berlarut.
“Kami berharap tahun depan sudah tidak ada persoalan sampah lagi,” kata Ficky.
“Kami pun sudah menggelar rapat bersama dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi. Disampaikan bahwa Pemkab telah menyiapkan lahannya dan sudah siap tinggal menunggu satu proses lagi. Lokasinya berada di Desa Sidodadi, Kecamatan Wongsorejo,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Plt Kepala DLH Banyuwangi, Dwi Handayani mengatakan saat ini masih proses penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal). “Diperkirakan November mendatang sudah rampung,” ungkapnya.
Yani menyampaikan bahwa pemkab sudah bersurat ke Menteri PUPR permohonan bantuan pembangunan TPA Wongsorejo. Lahan yang direncanakan dibangun TPA berada di Desa Sidodadi, Kecamatan Wongsorejo. Luasnya 15 hektare. Rencananya 10 hektare digunakan sebagai TPA, sementara 5 hektare digunakan untuk kantor.
“Dalam perjalanannya, skema penempatan TPA ini berubah. Semula direncanakan di lokasi yang sama, tapi berada di sisi utara jalan. Kala itu rencana ini dipersoalkan oleh PLN, sebab di lokasi itu, berdiri Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). Dikhawatirkan ada sampah plastik yang beterbangan, menempel sehingga berpotensi konsleting,” papar Yani.
Ia menjelaskan, SUTT ini memiliki peran sentral untuk mengaliri listrik di Jawa – Bali. Karena alasan itu sehingga sedikit bergeser.
“Berdasar pertimbangan itu, lokasi TPA dipindahkan relatif jauh dari SUTT. Digeser ke sisi selatan dari lokasi awal,” tutur Yani.
Rupanya di lokasi baru masih ditemui halangan. Lokasi itu merupakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Sehingga DLH harus berkirim surat kepada Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk menghapus status LSD pada lahan tersebut.
“Persoalan ini sudah klir karena kami sudah mendapat jawaban dari Kementrian ATR. Lahan itu bisa digunakan sebagai TPA dan sudah ada berita acaranya. Semoga tahun depan pembangunannya sudah bisa dimulai,” pungkas Yani.