visfmbanyuwangi.com – Masyarakat suku Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi menggelar tradisi Tumpeng Sewu, Kamis (22/6/2023) malam.
Ribuan warga memenuhi kanan-kiri jalan menyantap hidangan dengan menu utama pecel pitik, salah satu kuliner khas suku Osing. Suasana terasa meriah ketika tradisi makan bareng itu dimulai.
Warga duduk bersila di atas tikar dengan makanan yang berada di hadapan mereka. Beberapa obor yang dinyalakan di sepanjang sisi jalan menambah suasana pelaksanaan tradisi Tumpeng Sewu semakin terasa. Sebagian besar warga juga menggunakan pakaian busana adat suku Osing.
“Tradisi tumpeng sewu ini merupakan wujud syukur warga setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata salah satu tokoh adat Desa Kemiren, Adi Purwadi.
Makan bareng dalam tradisi Tumpeng Sewu dimulai setelah Magrib, atau sekitar pukul 17.30 WIB.
“Tradisi ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Dhulhijah, pada satu minggu sebelum Hari Raya Idul Adha,” ujar pria yang akrab disapa Kang Pur tersebut.
Sebelumnya, rangkaian kegiatan telah dilaksanakan. Sejak pagi, masyarakat Desa Kemiren menjemur kasur khas mereka yang berwarna hitam-merah di halaman rumah masing-masing. Selain warnanya yang khas, kasur itu juga punya pemaknaan yang mendalam bagi masyarakat Osing.
Para orang tua akan memberikan kasur tersebut untuk anak gadisnya yang akan menikah. Warna hitam pada kasur berlambangkan kelanggengan. Sementara warna merah menyimbolkan keberanian.
“Sekitar pukul 13.00 WIB, kasur kembali dimasukkan ke dalam rumah masing-masing apabila sudah dianggap bersih. Setelahnya, tradisi dilanjut dengan pawai barong pada sore harinya. Pawai itu digelar dua kali. Sesaat sebelum mulai makan Tumpeng Sewu, barong juga berpawai di hadapan masyarakat yang telah siap dengan sajiannya. Rombongan pada barong ini yang menyalakan api pada obor yang dipasang warga,” papar Kang Pur.
Setelah doa bersama digelar dari Balai Desa Kemiren, warga pun beramai-ramai menyantap hidangan yang ada.
Kang Pur menyebut, makan bersama menjadi pewujudan kebersamaan warga suku Osing di Desa Kemiren.
“Ini sebagai wujud penjaga toleransi dan gotong royong. Kalau makannya bersama-sama, masyarakat juga lebih menikmati hidangan yang mereka sajikan,” pungkas Kang Pur.