visfmbanyuwangi.com – Saat menghadiri undangan dari Harvard Medical School, Boston, Amerika Serikat, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani memaparkan tentang sejumlah kebijakan publik terkait kesehatan (public health) di daerah ujung timur Pulau Jawa yang dipimpinnya.
Salah satu yang dipaparkannya adalah upaya untuk menangani tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan serta stunting. Hal ini dipicu oleh keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga medis di daerah-daerah terluar. Seperti halnya masyarakat yang tinggal di kawasan perkebunan di lereng-lereng gunung.
“Tantangan ini mengharuskan kami untuk berinovasi. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut dengan segala keterbatasan fasilitas dan anggaran,” ujar Bupati Ipuk.
Dari tantangan tersebut, lanjut Bupati Ipuk, Banyuwangi menerapkan jurus gotong royong. Melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk keroyokan mengatasi persoalan. Salah satunya dengan membentuk Laskar Sakina (Stop Angka Kematian Ibu dan Anak). Laskar ini terdiri dari para ibu-ibu penjual sayur keliling atau biasa disebut mlijoan.
“Mereka kami latih untuk mendampingi para ibu yang hamil di kawasan kerjanya untuk bisa melakukan pemeriksaan rutin. Sehingga, bisa mendapat pelayanan kesehatan dengan baik. Termasuk mengidentifikasi jika ada balita beresiko stunting,” kata Bupati Ipuk.
Bahkan, kini diperluas tidak hanya melakukan pendampingan dan pemantauan, Laskar Sakina ini juga memberikan bantuan makanan bergizi untuk ibu hamil beresiko maupun kepada balita stunting. Mereka membawakan aneka sayur, lauk pauk dan juga buah tiap harinya.
“Jadi manfaatnya double. Tidak hanya untuk ibu hamil dan balita stunting, tetapi juga menopang perekonomian ibu-ibu Laskar Sakina. Karena dagangan mereka semakin laku,” tutur Bupati Ipuk.
“Kami sengaja libatkan para penjual yang sebagian besar adalah perempuan, karena mereka mudah berempati terhadap permasalahan anak dan kehamilan. Jadi setiap permasalahan, di identifikasi solusi apa yang sekiranya pas untuk memecahkan masalah yang ada,” paparnya.
Gagasan gotong royong dan memberikan dampak positif turunan dari public health yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi tersebut mendapatkan berbagai apresiasi dari civitas akademik Harvard Medical School.
Di antaranya dari Profesor Byron Joseph Good, guru besar antropologi medis pada program Department of Global Health and Social Medicine Harvard University.
“Ini sangat menarik. Banyuwangi dapat menggerakkan warga untuk ikut berpartisipasi dalam permasalahan publik. Sehingga, dampaknya bisa sangat dirasakan,” ujar Ilmuan yang menggeluti antropologi medis lebih dari 24 tahun tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Banyuwangi tersebut juga mendapat perhatian dari sejumlah mahasiswa yang hadir. Mereka antusias bagaimana kiat Banyuwangi melibatkan para penjual sayur untuk terlibat dalam aktivitas deteksi dini resiko stunting dan resiko kehamilan tinggi.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Program Meneger Department of Global Health and Social Medicine Harvard Medical School, Christina Lively, EdM.
“Perspektif Banyuwangi dalam penanganan kesehatan publik menginspirasinya,”kata Christina.
“Kami sangat mengapresiasi atas insight yang dibagikan tentang bagaimana membangun kepedulian akan kesehatan bersama. Perspektif yang dilakukan Banyuwangi dalam menangani permasalahan kesehatan ini sangat menginspirasi kami,” paparnya.
Perlu diketahui, penanganan kematian bayi dan ibu melahirkan di Banyuwangi dapat ditekan sedemikian rupa dengan beragam aksi kolaborasi dan gotong royong. Angka Kematian Ibu yang berada di angka 260,6 kematian per 100.000 kehamilan, bisa ditekan menjadi 119,37 kematian per 100.000 kehamilan. Begitu pula dengan angka stunting. Turun menjadi 3,95 persen dari 8,64 persen.