BanyuwangiPemerintahan

Pariwisata Banyuwangi Jadi Benchmark RB Tematik

visfmbanyuwangi.com – Pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi dalam satu dekade terakhir menjadi salah satu benchmark penerapan Reformasi Birokrasi (RB) Tematik. Hal ini disampaikan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dalam sosialisasi dan asistensi road map RB Provinsi Jawa Timur di Surabaya.

Dalam sosialisasi tersebut, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani diminta untuk memaparkan penerapan RB Tematik tersebut. Ia panel bersama dengan Walikota Surabaya Eri Cahyadi dan Sekretaris Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Prof. Dr. Eko Prasojo.

Selain itu juga terdapat Asisten Deputi Perumusan dan Koordinasi Penerapan Kebijakan Reformasi Birokrasi Kementerian PANRB Agus Uji Hantara yang menjadi panelis dalam acara tersebut.

Acara ini diikuti oleh kepala dinas terkait dari seluruh pemerintah kabupaten/ kota se Jawa Timur.

Bupati Ipuk menjelaskan, Pariwisata sengaja dipilih oleh Banyuwangi sebagai lokomotif untuk mewujudkan kesejahteraan di Banyuwangi. Dengan pariwisata akan mendorong berbagai sektor untuk tumbuh bersama. Mulai dari pendidikan, pertanian, kesehatan dan lain sebagainya.

“Kebijakan pariwisata ini menjadi umberella bagi pembangunan di Banyuwangi. Sehingga, tak hanya Dinas Pariwisata yang mengurusnya. Tapi semua SKPD juga turut serta mengambil peran untuk mewujudkan hal itu,” ujar Bupati Ipuk.

Dengan fokus yang sama, lanjut Bupati Ipuk, maka pertumbuhan wisata di Banyuwangi dapat dicapai dengan cukup baik. Pertumbuhan pariwisata tersebut berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan dan penurunan angka kemiskinan.

Bupati Ipuk lalu mencontohkan bagaimana Banyuwangi konsisten melarang berdirinya hotel berbintang 3 dengan alasan memproteksi iklim usaha rakyat. Kebijakan ini mengafirmasi tumbuhnya homestay-homestay di desa yang dikelola oleh warga.

“Dengan cara itu, secara perlahan ekonomi di daerah mulai bergeliat. Kunjungan wisatawan Banyuwangi dari tahun 2010 sekitar 670 ribu, kini terus melonjak tajam. Bahkan pada tahun 2018 dan 2019 sempat tercatat 5 juta wisatawan berlibur ke Banyuwangi,” kata Bupati Ipuk.

“Pendapatan perkapita rakyat Banyuwangi yang semula tahun 2010 Rp 20,86 juta per tahun kini (2023) menjadi Rp 53,87 juta per tahun,” imbuhnya.

Bupati Ipuk mengaku, hal ini juga berdampak pada pengurangan kemiskinan di Banyuwangi. Bila pada tahun 2010 tercatat 11,25 persen, kini angka kemiskinan Banyuwangi 7,51 persen (2023). Ini adalah terendah dalam sejarah Banyuwangi.

Apa yang dipaparkan Bupati Ipuk ini selaras dengan penjelasan Profesor Eko Prasojo. Menurutnya, hilir dari berbagai kebijakan pemerintah ini kerap tidak sinkron. Sehingga tidak terwujud apa yang menjadi harapan pada saat melakukan perencanaan.

“Ibarat ingin membuat mobil, seluruh SKPD ini mendapat tugas masing-masing. Ada yang membikin ban, jok, spion dan lain sebagainya. Tetapi tidak terkoordinasi satu sama lain. Alhasil, semisal mobil mercy yang diinginkan, komponen yang disiapkan kadang tidak nyambung. Mobilnya mercy, tapi ban yang disiapkan malah bannya truk,” papar Eko.

“Keselarasan itu berada di pundak kepala daerah,” ungkapnya.

Menurut Eko, kepala daerah harus menjadi dirijen yang mampu mengarahkan seluruh struktur pemerintah menuju ke visi yang diinginkan.

“Jangan terjebak pada program prioritas, tapi banyak dan tidak fokus. Harus benar-benar disusun prioritas yang utama, fokus dan dibuat bermutu baik. Sehingga dampaknya bisa dirasakan,” jelas Eko.

RB Tematik sendiri merupakan instrumen untuk mempercepat pencapaian agenda prioritas pemerintah terutama penanggulangan kemiskinan dan peningkatan investasi. Hal ini untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang memberikan dampak.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button