BanyuwangiPemerintahan

Air Laut Tercemar, Tangkapan Ikan Nelayan Banyuwangi Turun Drastis

visfmbanyuwangi.com – Hasil tangkapan ikan di Kabupaten Banyuwangi mengalami penurunan mencapai 15 persen, yang menyebabkan suplai ikan ke sejumlah pabrik Sarden di wilayah setempat berkurang.

Karena kuota tidak cukup, imbasnya banyak pabrik yang mengimpor ikan dari India.

Kepala Dinas Perikanan Banyuwangi, Alief Kartiono mengatakan penurunan dirasakan sejak tahun 2019 hingga saat ini.

“Dimulai sejak pandemi, yakni selama 2019 hingga 2021. Kala itu pergerakan nelayan di Pantai Muncar benar-benar terbatas. Sempat ada harapan saat tahun 2022, atau setelah pandemi mereda. Tetapi di tahun itu justru Banyuwangi dilanda cuaca ekstrim,” papar Alief.

“Sejak September dilanda cuaca ekstrim, seperti La Nina, sekarang dilanjut angin Muson dari Australia. Itu mengganggu aktivitas nelayan serta tangkapan ikan menurun 15 persen,” imbuhnya.

Faktor lainnya adalah karena laut Selat Bali yang sudah tercemar. Plankton sebagai makanan utama ikan hampir musnah di Selat Bali. Sehingga ikan-ikan banyak yang bermigrasi.

“Sekarang, musimnya ikan bermigrasi ke laut India. Disana cuaca tengah membaik sehingga sangat menguntungkan bagi nelayan setempat,” tuturnya.

“Kondisi di Selat Bali yang sudah crowdit, menurut beberapa penelitian karena memang sudah tercemar. Biasanya di jarak12 mil itu mudah ditemui ikan namun sekarang ini sulit,” kata Alief.

Ditanyai prosentase impor ikan, Alief mengaku tidak mengetahui pasti. Pihaknya tidak punya data konkret dan data konkretnya ada di Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan Banyuwangi, karena hanya mendapat informasi dari nelayan.

Sementara itu, Owner Pengalengan Ikan Pasific Harvest, Banyuwangi, Aminoto membenarkan adanya trend impor tersebut.

“Ini karena tangkapan ikan lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan produksi. Impornya 10-20 persen. Ikan yang diimpor jenis lemuru,” kata Aminoto.

Sebetulnya, lanjut Aminoto, kondisi ini juga memberatkan bagi pelaku usaha.

“Harga impor lebih mahal, sementara penjualan produk tidak bisa dinaikkan. Disatu sisi bila tidak impor pabrik otomatis stop produksi. Karyawan akan menganggur. Kerugian juga akan lebih besar,” paparnya.

Aminoto menambahkan, harga lokal sekitar Rp 10 ribu sementara impor Rp 12 ribu.

“Kadang-kadang kami merugi karena tidak bisa serta merta menaikkan harga jual,” pungkas Aminoto.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button