Pandemi, Angka Putus Sekolah di Banyuwangi Zero Drop Out

visfmbanyuwangi.com – Dinas Pendidikan Banyuwangi mencatat, selama masa pandemi, angka putus sekolah di wilayah setempat sangat minim dengan penerapan program Zero Drop Out. Program ini diberlakukan karena proses pembelajaran di Banyuwangi selama masa pandemi di lakukan sangat fleksibel.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno mengatakan, proses pembelajaran di laksanakan secara fleksibel dengan menggunakan pendekatan Hybrid Learning. Yakni pendekatan model pendidikan yang menggabungkan pembelajaran online dengan pengajaran di ruang kelas nyata seperti waktu sekolah tatap muka pada umumnya. Dimana, sebagian sekolah menerapkan proses pembelajaran secara factual, dan sisanya secara virtual.
“Sehingga tidak ada alasan bagi anak-anak untuk tidak sekolah selama masa pandemi,” tutur Suratno.
“Pemkab Banyuwangi juga lebih fleksibel memberikan kebijakan kepada sekolah. Pihak sekolah bisa menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan tanpa harus terlimitasi, seperti saat sebelum pandemi yang dinilai ada beberapa aturan yang harus dipenuhi,” paparnya.
Suratno mengaku, semua aturan itu dihilangkan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Misalnya masalah pendanaan dan pembiayaan disekolah. Terlebih untuk pendidikan dasar yang prinsipnya sudah ada dana BOS.
“Apabila masih membutuhkan dana peran serta masyarakat maka akan dilakukan sumbangan. Jika sumbangan masih juga tidak mampu menangani permasalahan siswa, maka bisa di gratiskan,” imbuh Suratno.
Dengan program ini, kata Suratno, angka putus sekolah di Banyuwangi terutama di jenjang PAUD, SD, SMP juga di pendidikan masyarakat dinilai masih tetap terjaga.
“Dengan kebijakan sangat relaktatif ini tidak menjadi penghalang anak-anak untuk sekolah. Mungkin sekolah bisa menjadi penghibur mereka,” tuturnya.
“Sampai hari ini Banyuwangi telah menerapkan pembelajaran tatap muka. Dibanding daerah lain, yang beberapa diantaranya masih belum menerapkan,” ujar Suratno.
Lebih lanjut Suratno mengatakan, minimnya angka putus sekolah di Banyuwangi ini juga berkat adanya sejumlah program afirmasi yang di gulirkan pemerintah daerah setempat. Seperti Siswa Asuh Sebaya (SAS), yakni setiap pekan pelajar dari keluarga mampu rutin menyisihkan uang sakunya lalu dikumpulkan diberikan kepada siswa yang kurang mampu di sekolahnya.
Saat ini program tersebut di kembangkan menjadi Sekolah Asuh Sekolah (SAS), yaitu sekolah-sekolah yang memiliki kelebihan, baik dari sisi anggaran, fasilitas, maupun kapasitas, diharapkan bisa mengasuh sekolah lain yang memang membutuhkan pendampingan.
Juga ada Garda Ampuh, Gerakan Daerah Pengentasan Anak Muda Putus Sekolah serta ada program uang transport dan uang saku bagi siswa kurang mampu.
“Selain itu, Banyuwangi juga mempunyai pendidikan inklusif untuk anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga masa pandemi tidak menjadi penghalang para pelajar untuk tetap bisa memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berbagai kegiatan lainnya,” pungkas Suratno.